Foto: Sekuntum Bunga dari Tripoli (ayasy)
Assalamu'alaikum, teman-teman pembaca ...
Aku pernah mengikuti penulisan puisi Prosais dan Senandika menjadi sebuah Buku Antologi. Kubagi karyaku disini, silakan komentar, kritik dan saran membangun, ya! Terimakasih.
(di buku antologi, aku kadang memakai nama Puspa Mafazan, terkadang Puspa Wijayanti)
SENANDIKA
Oleh: Puspa
Mafazan
Kekasih, Aku menanti, sekuncup mawar darimu, tetapi melati yang engkau beri. Mengharap rindu berbalas rindu, tetapi angan ini serasa tak bertepi. Sepenuh hasrat menikmati senyum renyahmu, membelai optimisme yang teronggok di sudut hatiku. Mungkinkah senyum yang kau lempar itu aku menjadi sasarmu?
Di taman ini ku nikmati sepoi angin, melintas harap salam darimu, apakah rasa ini ada padamu? Menunggu ucapmu, mencintaimu adalah hasrat yang mengukuhkan jiwaku. Menggelegak kususun kalimat sederhana, kutoreh dalam kata manis tak terkira. Kembali senyummu hadir memberi harap, takku biarkan menguap. Kapankah engkau katakan padaku, kalimat yang kutunggu-tunggu?
Andai sepoi angin mampu menolongku, membisik pesan
padamu. Aku terpasung oleh pesonamu. Aku yakin engkau hadir bukan hanya di
pelupuk mata. Engkau kan datang bersamaku. Di taman ini, tempatku setia
menanti. Membasah hatiku, melintas senyum dan rendah hati sikapmu. Ketenangan
menyeruak di sela di penghujung hari.
Resah
Oleh Puspa Mafazan
Aku tak ingat lagi
kapan terakhir kita bertemu. Bising itu telah merusak candaku bersamamu.
Memecah gelisah yang tumpah ruah saat itu. Entah rasa apa yang engkau luapkan.
Netramu berkaca dan tak sanggup berkata. Bibirmu terkatup bisu, hanya lambaian
tangan memberi tanda.
Ah, mengapa
secepat itu, bertemu denganmu dan harus melepasmu. Ingatlah! Hidup ini tidak
seperti bayangmu, tidak selalu semacam anganmu. Begitu katamu. Kamu terlalu
bodoh, mema’afkan dan membiarkan rasa menjadi jelaga, lanjutmu waktu itu.
Mengoyak hatiku memberi resah dan sembilu.
Sampai kapan kamu
seperti ini? Itu tanyamu. Aku hanya menatapmu dengan sendu, ini adalah pilihan.
Aku akan selalu memilih resah, dia akan aku asah serupa cinta yang merekah. Dia
akan kubasuh dengan ajaran sang penyuluh menjadi cita yang membuncah.
Kamu bodoh!
Cibirmu diantara canda waktu itu. Apalah katamu. Apa pedulimu. Ini adalah
pilihan. Aku akan selalu memilih resah, dia akan kuolah menjadi kisah yang indah. Dia akan musnah
oleh senyum yang renyah.
alhamdulillah, belajar terus ...silakan kritk saran membangunnya, terimakasih
BalasHapusKeren Bunda..
BalasHapusTerimakasih, semoga bisa bawa kebaikan
Hapus